Selasa, 16 Desember 2008

Dan Dewa Pun Ikut Menari...

Beruntung sekali, di penghujung tahun 2007 lalu saya berkesempatan meliput dan menyaksikan langsung prosesi upacara adat odalan yang diadakan oleh keluarga I Wayan Subrata sebagai bentuk rasa syukur dan hormat mereka terhadap SangHyang Widhi Wasa atas pura atau sanggah (tempat peribadatan) milik mereka. Biasanya upacara odalan ini dihadiri oleh seluruh keluarga besar, dan anak laki-laki terakhir dalam keluarga tersebutlah yang bertanggung jawab mengadakan upacara odalan, yang dilaksanakan tiap dua tahun sekali ini. Dan para keluarga yang datang harus membawa bebanten atau sesajen yang akan dberikan kepada para leluhur mereka. Semakin mewah sesajen yang mereka berikan, artinya menunjukkan semakin sejahtera kehidupan mereka. Yang menarik dari upacara ini adalah mereka menyebutnya sebagai pesta para wanita. Ya, karena di akhir upacara para wanita akan menari bersama dewa-dewi yang telah mereka undang dalam prosesi upacara.

Prosesi dalam upacara ini diawali dengan sembahyang ke pura terdekat. Setelah itu dilanjutkan dengan Mecaru, atau persembahyangan khusus untuk keluarga besar di sanggah milik pak Wayan. Prosesi tersebut berlangsung sekitar 1 jam, dan saya menunggu prosesi selesai sambil terkantuk kantuk karena waktu telah menunjukkan pukul 9 malam. Apalagi iringan gamelan yang menyertai prosesi Mecaru begitu lembut di telinga seolah mengantarkan saya ke alam mimpi, walau memang terkesan sedikit mistis. Dan ternyata Mecaru tadi adalah proses mengundang arwah leluhur mereka untuk menari bersama di akhir upacara nanti.

Usai Mecaru, para pemusik beristirahat sejenak sambil mengisi perut dan menambah tenaga, karena nantinya mereka akan mengiringi para penari dewa ayu tanpa boleh berhenti selama 3 jam ke depan. Mereka makan di wadah besar bersama- sama, yang dinamakan megibug (makan bersama). Setiap keluarga memiliki makanan favorit, dan keluarya Pak Wayan memilih babi guling sebagai menu favorit mereka.

Usai megibug, dimulailah tarian Dewa Ayu. para wanita mulai dari usia 7 hinggal puluhan tahun menari bersama diiringi alunan gamelan khas Bali. Mereka masing-masing membawa mesapa (janur) yang menandakan bahwa tubuh mereka siap untuk dirasuki arwah para leluhurnya. Dan setelah sepuluh menit menari, salah seorang ibu mulai menari dengan lincah dan semangat dan ia meminta keris. Keris yang sangat tajam ujungnya pun ditusukkan ke dadanya. Namun tak terjadi apa-apa, karena tubuhnya telah dikuasai oleh arwah leluhurnya itu. Dan para penonton yang tidak ikut menari harus meneriaki para penari tersebut untuk memberikan semangat.



Dan suasana semakin ramai karena makin banyak saja yang dirasuki arwah-arwah tersebut.Dan mereka yang sudah dan hampir dirasuki harus diberi keris. Bahkan seorang anak kecil usia 7 tahun pun juga ikut dirasuki. Seram juga rasanya di sana, namun karena semua orang menikmati, saya pun ikut menikmati suasana kebersamaan tersebut. Rata-rata arwah yang merasuki para penari tersebut menari selama 10 menit. Namun ada juga yang berkali-kali dirasuki. Dan itu adalah tanda kehormatan bagi sang wanita karena ia mendapatkan perlindungan yang lebih dari leluhurnya.

Tarian tersebut berlangsung selama beberapa waktu, sampai saya yang tadinya hanya ikut mennyoraki dan memberi semangat juga ditarik untuk menari sambil membawa keris. Dengan perasaan takut dan deg-degan saya ikut menggerakkan badan dan berlenggak lenggok menikmati alunan gamelan juga. Dan untunglah saya tsrus dalam keadaan sadar.

Setelah semua selesai menari dan sadar kembali, mereka dibasuh tirta (air suci) oleh pendeta tanda mereka siap kembali suci ke alam sadar. Dan mereka terus menari sampai para leluhur puas dan meninggalkan tubuh mereka. Waktu sudah menunjukkan pukul 1.30 dini hari, namun mereka masih menikmati alunan gamelan dengan bit cepat, melemah, sedang, dan terus menari tanpa lelah. Namun saya sudah lelah dan ingin cepat-cepat menuju kasur empuk di hotel, akhirnya saya mohon pamit kepada sang tuan rumah. Senang rasanya melihat sebentuk persembahan salah satu keluarga besar kepada para dewa dan leluhurnya di Bali Barat, dan berharap suatu waktu dapat kembali menyaksikan prosesi upacara unik lainnya di jagad Indonesia.




1 komentar:

Uuyyeeaahh mengatakan...

Serem kaya'nya ya.. tau sendiri deh kerisnya orang bali kan? mungkin kalo pake kuda-kudaan dari kepangan bilik ga' ada bedanya dengan kuda lumping ya..?
Indonesia memang kaya budaya..
I love Indonesia.
kebetulan nih lagi cari info beginian, thanks ya,, ijin copas untuk di pelajari...^_^