Kamis, 07 Oktober 2010

goodbye


Kita dipertemukan kembali setelah lama kita berpisah. dan kita berpegangan tangan.. di antara deras hujan dan badai.. di antara gulungan ombak, air yang masuk ke dalam kapal kayu, dan isak tangis wanita yang takut akan badai.. dan kita hanya terdiam, nyaman, seakan tak ingin lepas.. tapi kita harus berpisah, di antara rintikan hujan dan kapal- kapal kayu yang berlabuh di dermaga itu.

Selamat tinggal.

Kamis, 22 Juli 2010

and i love this song (for now) :)

...mau dikatakan apa lagi.. kita tak akan pernah satu.. aku di sana.. engkau di sini.. meski hatiku memilihmu...



*kahitna, mantan terindah*

Rabu, 21 Juli 2010

and i've done it :)




Yeah, it's called my dream journey.
i never thought that i could see this beautiful island before. and it just my dream was come true. Yeah. Derawan. Such a small island name, located on the east Borneo.




I took my journey from Soekarno Hatta International Airport. We went to BalikPapan ( i forget the airport name, LOL) and we took our next flight at 10.00, after arriving on Balikpapan at 09.00 (yup, we were in a rush), and this was my first experience to fly with "small plane" :p.. and lucky me, it was delayed. and after having a lunch, we had our flight to Berau, a small and near city from Derawan.
and it was a long journey, cause it still needs 4 hours to get Derawan.







and Voila.. this is my "dream island", my dream journey, and i never found the gorgeous one like this before. The stingless of jelly fish at Kakaban lake (one of two lake, where u could find the stingless jelly fish, the other one located in Palau islands, Philippines. The house of Manta Ray at Sangalaki! (u have to dive, trust me!!), with friendly local people. Yeah, for me it's too expensive to come here. But u could get a new expensive experience to see another paradise from this country! trust me! wishing i could see this place again, soon. ^_^








Minggu, 18 Juli 2010




--and that's why i really love this city.. with a lot of places to go, with the creative and lovely people, with the things in cheap price, with the atmosphere of javanese culture, with all those memories of my childhood :p and i love to coming back soon, hopefully :)--

yogyakarta, july 2010

Senin, 12 Juli 2010

The art of falling in love..




Btw, I write this one, not because I’m in love. Yes, I was in love, but maybe for a years ago.. and I would like to share with u, what the “love concept” means..
Yup, first, describing the word of “falling in love”.. Falling in love and love are two quiet different feeling. Falling in love can be either a flash of emotions or a first step towards love, is that right?!
Hmmm.. it still absurd for me off course.. yup. I was thinking about my love journey. Started from –don’t know each other-, have a good first impression, asked to have a date –movie, dinner, coffee, talked a lot of things- , then he would asked if we could be a couple lover , or it’s called “jadian”. And that’s it. Look so simple, isn’t it?!
And what if, someday, somewhere, somehow, “the one” u thought first, it’s not “the one” u thought later?!! Is that any coincidence that u never knew before, -that universe make- for meet any other guy who just “click” with u, otherwise u have someone else?!
Yah.. that’s not the “simple concept of love”. That can ruin ur day, even your life. What should u do and what should u take. And once again, it’s all about choice!!
You have to do nothing to fall in love and often there’s either nothing you can do to stop falling in love. Even it’s wrong for you, for him/her. And for ur universe. Some people said, love is never wrong. But in the other side, some people said, “u love a wrong person, with a wrong way.” And I never understand..
Hmm.. this just about what I feel of “love concept”.. yes, it still absurd, and I never know what’s wrong and what’s right..

Kamis, 13 Mei 2010

cerita indah dari pulau yang indah

Namanya Pak Sapri. Dia adalah nelayan cumi- cumi dari pulau derawan. Kemana- mana membawa sepeda tuanya. Setiap hari dia melaut di pagi hari, untuk menangkap cumi- cumi dengan cara memanah. Nah, bedanya dengan nelayan lain yang rata- rata menjual hasil tangkapannya ke pengumpul atau ke TPI langsung, dia menjual hasil tangkapannya langsung ke restoran2 atau pun dimakan sendiri untuk keluarganya. Dia bilang lebih senang menghabiskan waktu dengan keluarganya, dibanding terus- terusan melaut untuk mendpatkan rupiah yang melimpah.

Dia sangat membantu kami, ikhlas, saya tahu itu. Benar2 beda dengan warga lokal lain yang biasa saya temui pada saat proses peliputan, yang menganggap bahwa proses syuting itu memiliki budget yang melimpah, dan mereka mendapat bayaran yang besar (padahal boro2…).

Ada juga pak Agus. Nelayan harian ini sangat pintar. Walau lulusan SD, bukan hanya menguasai teknik pancing tradisional dan modern, serta navigasi laut dan musim, dia juga sangat mengerti tentang geografi dan politik. Mengobrol dengannya seakan tidak habis bahan pembicaraan. Selalu saja ada yg keluar dari mulutnya.

Ada lagi Pak Lepri, karyawan UPT Dinas Kelautan dan Perikanan yang sangat membantu dan menyiapkan segala sesuatu keperluan peliputan kami, dan tanpa pamrih. Masih saya ingat, semua crew ini hampir bermalam di tengah laut karena mesin perahu yang tiba- tiba mati, dan menunggu kapal jemputan datang. Kita malah bercanda, tertawa- tawa, memancing sampai alat pancing nyaris rusak karena ulah teman saya, dan tidak ada beban di wajah mereka, tulus.

Oh ya, orang- orang ini sangat peduli dengan lingkungannya. Baru kali ini saya melihat perkampungan nelayan yang sangat bersih dan terawat. Pagi dan sore hari, bergantian para ibu menyapu halaman rumah dan jalan setapak di pulau kecil ini. Bagian belakang rumah panggung yang langsung menghadap ke laut, masih sangat bersih. Mereka memberi makan penyu2 hijau yang lalu lalang di belakang rumah mereka. Tidak ditangkap, dipelihara, apalagi dikonsumsi. Dibiarkannya saja aneka makhluk laut itu di habitatnya. Mereka hanya merawat dan memelihara.


Hmm.. berharap suatu hari bisa kembali lagi ke sana.

Akan selalu saya ingat kebaikan hati orang- orang dari pulau kecil ini, pulau indah dengan manusia2 yang”indah” di dalamnya. Yang sangat ikhlas membantu dengan setulus hati. Mereka orang- orang pintar yang sangat tahu bagaimana menjaga desanya, menjaga lingkungannya, dan menjaga keramahtamahannya dengan pendatang.

Ah.. bukan kesan wisata dan alamnya saja, tapi manusia- manusia dari pulau kecil di timur borneo ini akan selalu saya kenang..

Kamis, 26 Februari 2009

Sepenggal Kisah- Gili Trawangan

Sabtu, 6 Desember 2008. Hari itu adalah hari ketiga perjalanan backpacking kami di Lombok. Setelah puas menikmati keindahan dan kesunyian pantai Senggigi, kami pun bermaksud menyambangi dan melihat secara langsung kecantikan gugusan tiga gili di bagian barat Lombok.

Terdapat tiga gili (pulau, dalam bahasa Lombok) di Lombok Barat yang sangat terkenal seantero bumi, yakni Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Namun kami memilih Gili Trawangan, sebagai tempat menginap dikarenakan paling ramai dengan harga yang paling bersahabat untuk kelas backpacker.

Dari Mataram, dengan motor pinjaman dari salah seorang teman yang sangat baik *thanx to Reza*, perjalanan menuju pelabuhan Bangsal kami tempuh sekitar satu jam. Jalur yang kami lalui tidak melintasi pesisir Senggigi (if u look the map, maybe it looks more easy and more faster), tapi melewati jalur Gunung Sari- Pusuk. Kalau kita lihat di peta sih mungkin memang terlihat lebih jauh, namun jalur ini memang lebih nyaman. Yahh..jika dibandingkan dengan menyisir jalur pantai yang membuat kulit sukses mengosong ;p (we’ve ride motorcycle!!). Apalagi kami juga sempat mampir dan menyaksikan atraksi monyet2 liar di puncak pusuk yang selalu ingin show-up di depan manusia2 yang menyambanginya.

Pemandangan laut lepas dan gugusan Gili yang menjadi background habitat monyet2 liar itu juga menambah kebetahan kami di puncak Pusuk. Namun waktu sudah menunjukkan pukul 14.10, sedangkan kapal (umum) terakhir yang akan berangkat menurut info yang kami dapat pukul 15.00, kami lalu melanjutkan perjalanan.

Pusuk Monkey

Tibalah kami di pelabuhan bangsal tepat pukul 14.30. Setelah menitipkan motor di tempat khusus penitipan (dengan biaya Rp. 7000,-/jam) kami bermaksud membeli tiket menuju Gili Trawangan. Tiba-tiba ada seorang pria (calo) mendatangi kami, menawarkan kami untuk ikut berangkat saat itu juga, dengan kedua tamunya (sepasang bule Eropa), dengan membayar sewa perahu sebesar Rp 175.000,- (sewa khusus, langsung berangkat). Kami yang tidak tahu apa-apa (bahkan tidak sempat menuju loket pembelian tiket) langsung disuruh masuk ke dalam kapal. Namun si bule perempuan tadi menahan dan mengajak beberapa penumpang lain untuk share bersama kami, agar biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Tapi sang calo tadi tetap bersikeras menyuruh kami masuk dengan alasan kapal untuk umum (dengan tiket Rp.10.000,-/orang) baru akan berangkat ketika telah terkumpul 25 orang, sementara keberangkatan terakhir pukul 15.00 dan saat itu sudah pukul 14.30, dan orang2 di pelabuhan itu tinggal sedikit dengan tujuan tidak hanya ke Gili Trawangan saja, menurutnya.

Ketika bule perempuan tadi mengajak dua bule lainnya untuk bergabung, sang calo malah berkelit dengan berkata biaya Rp 175.000,- itu hanya untuk berempat, tapi bule perempuan yang pintar itu menuju loket dan membaca petunjuk biaya sewa kapal, ternyata saya juga baru membaca kalau sewa kapal Rp. 175.000,- itu untuk maksimal 12 orang. Lantas kenapa dia memaksa hanya kami berempat yang masuk dan dengan sikap yang jauh dari sopan ketika melayani tamu-tamu asing yang berwisata di daerahnya??!!

Bule perempuan dan calo tadi masih beradu mulut, saya berlari ke arah orang-orang lokal yang sedang duduk, saya tanya, ternyata mereka semua memang bertujuan ke Gili Trawangan. Setelah saya hitung jumlahnya mencapai 18 orang dan tak lama beberapa orang lagi datang. Akhirnya kami berempat membeli tiket untuk umum yang hanya Rp. 10.000,- per orang. Hanya satu komentar dari perempuan Eropa itu, “ They’re horrible!!”

Tak lama, tapat pukul 15.00, kapal umum tersebut berangkat (benar2 umum karena ada sayuran, pupuk, kambing hidup, berhubung dua hari lagi perayaan idul fitri, dan ayam2 hidup).

di atas kapal


Untunglah kami mau bersabar dan tidak terbujuk hasutan calo tadi. Yang saya sesali adalah kenapa calo-calo seperti itu masih berkeliaran di sektor pariwisata Indonesia, yang akansangat memalukan nama Indonesia di mata turis2 asing. Kondisi pelabuhan Bangsal, sebagai salah satu penunjang sektor pariwisata Lombok juga seharusnya diperbaiki, begitu pula system keberangkatan kapal dan calo2nya, mengingat gugusan tiga gili ini sangat diminati terutama oleh turis-turis asing. Yah..semoga saja kondisinya akan lebih baik.. Just share my experience to u all..

sunrise at Gili Trawangan